Sejarah Kyai Haji Ahmad Sanusi, Pahlawan Islam Penentang Kolonial Belanda
Kyai Haji Ahmad Sanusi atau sering disingkat KHAS lahir pada tanggal 3 Muharram 1036 Hijriah atau tanggal 18 Desember 1889.
Netizen Indonesia - Kyai Haji Ahmad Sanusi atau sering disingkat KHAS lahir pada tanggal 3 Muharram 1036 Hijriah atau tanggal 18 Desember 1889. Ia dilahirkan di desa Cantayan kecamatan Cikembar bagian Kawedana Cibadak, Jawa Barat.
Sementara itu, Sulasman mengatakan dalam jurnal sejarah bertajuk “Kyai Haji Ahmad Sanusi, Perjuangan Pesantren hingga Parlemen” (Sejarah, Jurnal Pendidikan Sejarah, IX, 2 Desember 2008: 62) menyebut bahwa tanggal lahirnya dari nisan KHAS di Gunung Puyuh Sukabumi.
Top Headlines
- Jejak Leluhur: Mengungkap Keindahan Tari Keket dan Nget...
- Sebab Ken Arok Jatuh Cinta Terhadap Ken Dedes
- Mengapa PKI dan Komunis di Seluruh Dunia Identik dengan...
- Read This Kisah Marsinah, Pahlawan Buruh yang Dibunuh pada Era Orde Baru
- Read This Kota Surabaya: Menelusuri Jejak sebagai Kota Pahlawan
- offer Belanja Online Produk Indonesia di Indonesia Store aja! Click here
It's For You
Kyai Haji Ahmad Sanusi berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Satu hal menarik diutarakan tentang dirinya ketika ia mengeluarkan fatwa agama yang mengancam posisi pemerintah kolonial.
Kyai Haji Ahmad Sanusi pernah menjadi tahanan kolonial karena perbuatannya.
Selain itu, masih banyak lagi peranannya dalam memperjuangkan rakyatnya.
Kyai Haji Ahmad Sanusi, Tokoh Besar dari Pesantren
Menurut Sulasman dalam disertasinya di Universitas Indonesia, “Sukabumi pada Masa Revolusi 1945-1946” (2007: 129), ia mengatakan bahwa Ahmad Sanusi bersekolah di beberapa pesantren atas anjuran ayahnya, K.H Abdurrahim.
Menurut catatan sejarah, ia pertama kali belajar di Pondok Pesantren Selajambe Cisaat dibawah bimbingan K.H Muhammad Anwar selama 8 bulan.
Setelah bersekolah di Pondok Pesantren selama 8 bulan, beliau keluar dan belajar selama 2 bulan berturut-turut bersama K.H Muhammad Siddiq di Pondok Pesantren Sukamantri Cisaat dan 6 bulan bersama K.H Djenal Arif di Pondok Pesantren Sukaraja.
Ahmad Sanusi kemudian berguru kepada Kyai di luar Sukabumi, seperti Pesantren Kyai Cilaku selama dua belas bulan dan Pesantren Ciajagi di Cianjur selama lima bulan.
Pada usianya yang ke-21, yakni pada tahun 1909, Ahmad Sanusi berangkat ke Mekkah bersama istrinya (Siti Djuwaeriyah).
Selain menunaikan ibadah haji, Ahmad Sanusi terus mempelajari ilmu agama Islam dan beberapa ilmu umum para ulama di Makkah. Ia belajar di bawah bimbingan ulama seperti Syekh Ali Thayyibi, Syekh Saleh Bafadil, Syekh Ali Maliki, Said Jawani, Haji Muhammad Junaed (Ulama berasal dari Garut, Jawa Barat) dan Haji Mukhtar.
Mereka semua adalah ulama besar pemikiran Syafi'i. K.H Ahmad Sanusi tinggal di kota Makkah hingga tahun 1915. Pada tahun yang sama, ia kembali ke tanah air bersama keluarganya dan kembali ke Cantayan, Sukabumi, Jawa Barat.
Ahmad Sanusi, Kyai yang melawan Belanda melalui Fatwa
Sekembalinya dari Makkah pada tahun 1915, K.H Ahmad Sanusi membantu ayahnya K.H Abdurrahim untuk mengajar di Pondok Pesantren Cantayan. Berkat ilmunya yang luar biasa dan penyampaian berbagai ajarannya, namanya pun dengan cepat dikenal di masyarakat.
Dalam kurun waktu kurang lebih empat tahun sekembalinya dari Makkah, K.H Ahmad Sanusi mendapat julukan Ajengan Cantayan.
Pada tahun 1922, atas dorongan ayahnya, untuk mengembangkan dan menyebarkan ilmunya, ia mendirikan pesantren yang terletak di kaki Gunung Walat dekat Pondok Pesantren Cantayan, yaitu kampung Genteng, kecamatan kawedanan Cibadak.
Pondok pesantren yang baru didirikannya mendapat dukungan penuh dari masyarakat sehingga K.H Ahmad Sanusi dikenal dengan nama Ajengan Genteng. Dari situlah nama K.H Ahmad Sanusi semakin dikenal luas, termasuk di kalangan orang-orang Kolonial.
Namun orang Belanda lebih mengenal K.H Ahmad Sanusi dibandingkan seorang revolusioner yang mempunyai fatwa ketat.
Sebab, di kalangan ulama Sukabumi yang banyak dianut fatwanya adalah K.H. Ahmad Sanusi.
Pandangan Mengenai Zakat Fitrah
Pandangan mereka yang paling menonjol adalah terkait zakat fitrah dan tradisi selamatan.
Menurutnya, zakat fitrah yang dikumpulkan oleh lebe atau amil dari pakauman (Masjid raya tingkat kecamatan atau kabupaten) disetorkan pada naib dan seterusnya di Hoofd penghulu, atau kepala penghulu merupakan salah kaprah.
Fatwa-fatwa Kyai Haji Ahmad Sanusi sering dipraktekkan oleh para santri dan pengikutnya, khususnya di kalangan sarekat Islam.
Oleh karena itu, pemerintah kolonial tetap mempertahankannya aktif dalam organisasi tersebut.
Maka saat terjadi peristiwa Sarekat Islam Afdeling B, pemerintah kolonial menangkap K.H Ahmad Sanusi dan K.H Muhammad Hasan Basri dari Pondok Pesantren Babakan di Cicurug.
Selain dituding menebar kebencian, K.H Ahmad Sanusi juga dituding menyembunyikan K.H Adra atau Semaun. Dia adalah tokoh Sarekat Islam Afdeling B yang melarikan diri saat itu.
Namun mereka dibebaskan karena kurangnya bukti kuat. Demikianlah sepenggal sejarah tentang K.H Ahmad Sanusi yang bisa menjadi tauladan kita semua.
Share Your News on Netizen Indonesia
Got news to share? Post your stories, updates, and announcements on Netizen Indonesia and reach a wider audience. Join our community today and make your voice heard!
Disclaimer
Account Role
This article has been posted by the Admin, in this blog content is fully trusted. Profile
What's Your Reaction?