Article Life

Yuk Mulai Kenali Toxic Masculinity yang Kerap Terjadi Pada Kaum Adam

Memiliki tekanan terhadap sesuatu memang akan sangat tidak menyenangkan, terlebih tekanan tersebut mengacu pada identitas diri.

 0
Yuk Mulai Kenali Toxic Masculinity yang Kerap Terjadi Pada Kaum Adam

Memiliki tekanan terhadap sesuatu memang akan sangat tidak menyenangkan, terlebih tekanan tersebut mengacu pada identitas diri. Sebuah tekanan yang terjadi kepada seseorang bisa mengakibatkan seseorang mengalami krisis kepercayaan diri hingga kesalahan dalam menetapkan pola pikir. Fenomena ini akrab disebut toxic atau racun.

Toksik yang mengacu pada kondisi psikologi seseorang ini memang banyak jenisnya, di antaranya toxic relationship, toxic positivity, hingga toxic beauty standart. Nah, ada loh satu jenis toksik yang masih awam kita ketahui, yakni toxic masculinity. Toksik maskulinitas adalah sebuah tekanan terhadap identitas seorang pria yang mana seringkali diharuskan untuk bersikap seolah mereka tidak punya kelembutan dan keterampilan yang biasanya identik dengan wanita. Toksik maskulinitas ini memiliki beberapa ciri yang bisa kita kenali sebagai berikut.

1. Sungkan menunjukkan emosi sedih, marah, dan mengeluh

Kita mungkin masih ingat sedikit dengan penggalan lirik lagu “Bukan Superman” yang dibawakan oleh grup band The Lucky Laki. Beberapa potong liriknya mengacu pada tekanan bahwa laki-laki harus selalu kuat, tangguh, dan tahan banting. Hal ini bisa dicirikan sebagai ˆtoxic masculinity loh! Mereka yang salah mengartikannya terkadang berlebihan dalam menangani perasaan sendiri. Mereka tidak mau terlihat sedih, marah, hingga mengeluh. Hal ini karena  emosi dianggap sebuah kelemahan yang tidak boleh ditunjukkan pria.

2. Cenderung gila hormat, cenderung arogan dan kasar

Para pria yang terlanjur salah mengartikan anggapan maskulinitas ini biasanya cenderung gila hormat, arogan dan kasar terhadap orang lain, terutama pasangan wanitanya. Hal ini karena mereka menganggap bahwa pria levelnya selalu di atas wanita yang lemah. Mereka bisa saja bersikap kasar dan gemar memerintah.

3. Menganggap kebiasaan merokok, dan minum itu “jantan”

“Belom ngerokok, bukan laki namanya!”

Anggapan seperti itu bisa jadi mencirikan seseorang teracuni konsep maskulinitas yang salah. Padahal merokok dan minum-minuman keras tidak bisa diidentikan dengan pria maupun wanita. Merokok dan minum juga bukan sebuah gaya hidup yang sehat dan baik untuk pria dan wanita.

4. Terlihat gelagat heteroseksisme dan homofobia

Terlihatnya gelagat heteroseksisme atau perilaku yang menentang keras hubungan sesama jenis ini memang tidak selalu identik dengan toksik maskulinitas, namun, seseorang yang salah kaprah tentagn maskulinitas bisa jadi sangat menentang homofobia.

5. Paling pantang mengerjakan pekerjaan rumah yang identik dengan wanita

Seorang pria yang keliru tetang konsep masulinitas juga pantang untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga layaknya seorang wanita, seperti membersihkan rumah, mencuci, hingga memasak. Mereka menganggap bahwa pekerjaan tersebut hanya diperuntukkan untuk wanita dan pria tidak pantas mengerjakannya. Hal ini tentu salah, karena pekerjaan rumah sehari-hari bukan hanya menjadi kewajiban salah satu pasangan, melainkan keduanya. Hal ini juga merupakan bagian dari skill bertahan hidup yang amat baik jika dimiliki seorang pria.

6. Seringkali menjadi pemicu munculnya kasus KDRT hingga pelecehan seksual

Toksis maskulinitas ini seringkali menjadi pemicu munculnya permasalahan dalam rumah tangga, seperti cekcok sampai KDRT. Hal ini dikarenakan mereka yang memiliki tekanan maskulinitas ini menganggap bahwa derajat mereka lebih tinggi dari wanita yang lemah dan berhak atas otoritasnya terhadap pasangan. Bahkan parahnya, toksik maskulinitas ini pula kerap menjadi pemicu tindak pelecehan seksual, loh!

7. Terjadi karena pola didik yang salah hingga dewasa

Tekanan terhadap identitas seorang pria yang dikenal dengan istilah toxic masculinity ini dapat berawal dari pola didik yang salah oleh orang tua di masa lalu. Seorang anak laki-laki seirngkali dilarang untuk menangis, marah, dan megeluh. Anak laki-laki juga tidak diajarkan untuk ikut andil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak.

Mereka dididik untuk menjadi seseorang yang kuat dan superior. Sementara anak perempuan tidak memiliki kebebasan seperti anak laki-laki. Jelas saja, pola piki generasi mudapun tidak akan jauh berkembang seperti yang sebelumnya. Malah akan menimbulkan masalah baru.

Toxic masculinity dapat diperbaiki sejak dini dari cara asuh orang tua yang adil dan tidak terlalu membedakan gender. Ajarkan anak laki-laki untuk tidak malu mengekspresikan emosinya, serta menghormati wanita, dan tidak malu untuk mempelajari skill bertahan hidup dasar seperti memasak.


Share Your News on Netizen Indonesia

Got news to share? Post your stories, updates, and announcements on Netizen Indonesia and reach a wider audience. Join our community today and make your voice heard!


What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow