Kisah Boneka Sigale-gale sebagai Pelipur Lara Penguasa Samosir

Boneka kayu Sigale-gale di Tomok, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Konon ceritanya boneka sigale-gale dibuat dengan tujuan untuk menghibur Raja Rahat.

Kisah Boneka Sigale-gale sebagai Pelipur Lara Penguasa Samosir
Muhammad Fatoni seorang tuna netra penghafal 30 juz Al-Qur'an.

Boneka kayu Sigale-gale di Tomok, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Konon ceritanya boneka sigale-gale dibuat dengan tujuan untuk menghibur Raja Rahat yang saat itu sedang kehilangan anak semata wayangnya.

Boneka Sigale-gale terlihat seperti orang dewasa, tatapan matanya kosong. Pada bahunya terdapat ulos, yaitu kain tenun khas suku batak.

Boneka tersebut memiliki rambut pirang dan tersemat sortali atau penutup kepala.

Sigale-gale bisa bergerak sendiri mengikuti irama tabuhan gondang yang merupakan kendang besar bertabung panjang.

Sigale-gale berasal dari kata gale yang dalam bahasa Batak Toba artinya adalah lemah gemulai. Agar mampu berdiri tegak.

Sigale-gale diletakkan pada sebuah podium kayu persegi panjang. Fungsi dari podium kayu tersebut sebagai lorong perlintasan jalinan tali yang dapat membuat boneka kayu ini bergerak seperti sedang menari.

Boneka Sigale-gale digerakkan oleh seorang dalang menggunakan tali agar bergerak luwes. Tali tersebut menghubungkan bagian badan Sigale-gale mulai kepala, leher, lengan, hingga telapak tangannya.

Sigale-gale biasanya diiringi oleh tarian tor-tor yang mana tarian tersebut memiliki ciri khas menelungkupkan kedua telapak tangan ke arah lalu digerakkan naik turun kedepan secara berulang.

Menurut Kamus Budaya Batak Toba karya MA Marbun dan IMT Hutapea, Sigale-gale selalu diiringi musik gondang dan tari tor-tor saat upacara papurpur sapata.

Seperti ritual tolak bala, papurpur sapata diadakan ketika ada kematian yang bertujuan agar keluarga yang ditinggalkan tidak mengalami duka mendalam atau sebagai pelipur lara.

Kisah Sigale-gale

Dalam buku Sigale-gale: Dongeng Rakyat Tapanuli, Rayani Sriwidodo mengatakan bahwa boneka kayu dibuat dan dimainkan bila ada yang meninggal dan tidak memiliki keturunan.

Pada awalnya Sigale-gale merupakan sebuah cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun hingga mengakar pada masyarakat Batak sebagai sebuah kearifan lokal.

Bagi masyarakat Danau Toba, Sigale-gale sangat identik dengan Manggale, sosok yang dihormati karena kehebatannya dalam memimpin perang. Manggale merupakan anak laki-laki satu-satunya dari Raja Rahat penguasa Samosir.

Menurut cerita, Manggale pernah diutus sang ayah yang merupakan raja samosir untuk mengusir tentara dari kerajaan tetangga. Namun, Saat itu Manggale tewas di medan pertempuran sehingga membuat Raja Rahat merasa kehilangan yang mendalam.

Seluruh rakyat Samosir saat itu turut berduka cita atas gugurnya pewaris tahta Raja Rahat. Oleh karena itu, dicarilah pemahat terbaik untuk membuat patung kayu yang menyerupai Manggale.

Roh Manggale juga dimasukkan ke dalam patung kayu yang dinamai Sigale-gale tersebut. Sehingga saat Raja Rahat merasa rindu terhadap sosok Manggale, Ia akan mengajak Sigale-gale menari tor-tor dan seluruh rakyatnya juga mengikuti acara tersebut.

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti kapan awal mula seni pertunjukan Sigale-gale itu dilaksanakan di Pulau Samosir.

Sedangkan Sandy Situmorang dalam Seri Pengenalan Budaya Nusantara: Misteri Patung Sigale-gale disebutkan bahwa patung itu sebetulnya pertama kali dibuat oleh Raja Gayus Rumahorbo yang bermukim di Desa Garoga dekat Tomok pada 1930. Hebatnya, boneka Sigale-gale buatan Raja Gayus saat itu bisa mengeluarkan air mata dan dapat mengusapkan ulos yang disandang di bahunya.

Meski begitu, boneka Sigale-gale sangat berperan penting bagi perkembangan seni dan tradisi masyarakat Danau Toba, khususnya di Desa Tomok, Samosir.